Find Me, Love
Satu…
Dua…
Tiga…
…
Seratus sepuluh…
Seratus sebelas…
Seratus duabelas…
…
Tigaratus duapuluhlima…
Tigaratus
duapuluhenam…
Hitunganku
berhenti. Mata kami bertemu, tapi kemudian dia kembali fokus pada buku di
hadapannya. Dibenarkannya kacamata yang bertengger di hidungnya yang mancung,
mengerutkan dahinya, mengerucutkan bibirnya, dan akhirnya jemarinya kembali
menulis sesuatu di bukunya. Sepertinya tugas kuliah. Well, ini perpustakaan. Memangnya aku mengharapkan dia demo masak
di sini?
“Jonghyun-ah.”
Yonghwa-hyung
baru saja tiba dan mengambil tempat di sampingku.
“Kau
sudah mengerjakan tugasnya sampai mana?”
Yonghwa-hyung
melirik lembaran-lembaran kertas di hadapanku. Kosong.
“Ya!
Dari tadi kamu ngapain aja? Aish…”
Yonghwa-hyung
akhirnya mengambil beberapa kertas di hadapanku.
“Aku
kerjakan lima nomor awal, kamu lima nomor akhir,” perintahnya.
“Ah,
hyung. Mana bisa aku mengerjakan nomor-nomor terakhir? Biasanya justru ‘kan
itu yang paling susah.”
Yonghwa-hyung
tersenyum lebar.
“That’s the point.”
Aku
hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku melihat sikap Yonghwa-hyung yang
mengintimidasiku. Apa boleh buat, dia hyung kesayanganku.
Kulirik
lagi perempuan yang hanya berjarak tiga meja dari tempatku duduk. Dia masih
serius dengan pekerjaannya. Ah, Lee
Jonghyun. Apa yang kau harapkan memangnya? Dia tersenyum padamu? Mengajakmu
belajar bersama? Namanya saja kau tak tahu. Ah, dia pun juga tak tahu namamu.
***
Satu…
Dua…
Tiga…
Empat…
Seratus
tigapuluhtujuh…
Seratus
tigapuluhdelapan…
Hitunganku
berhenti. Dia melihatku untuk yang kedua kalinya. Tapi, lagi-lagi dia seolah
tak melihatku yang kini hanya duduk berselisihkan dua meja darinya.
Difokuskannya kembali matanya pada buku tulis di hadapannya.
“Jadi
dia yang membuatmu mengusulkan untuk bertemu di perpustakaan lagi?
Suara
Yonghwa-hyung tiba-tiba terdengar dari balik punggungku. Kutoleh dia yang
sedang asik tersenyum nakal ke arahku.
“Ah,
hyung. Sejak kapan kau datang?”
“Tidak
usah mengalihkan pembicaraan. Siapa dia? Kau kenal?” tanya Yonghwa-hyung sambil
meletakkan tas punggungnya ke atas meja dan duduk di sampingku.
Aku
menggeleng.
“Aku
tidak tahu. Aku baru melihatnya kemarin.”
“Lee
Jonghyun. Dengan ketampananmu dan tubuhmu yang proposional, belum lagi auramu
yang melebihi auraku, kamu dapat dengan mudah berkenalan dengannya.”
“Dia
beda, hyung. Aku bisa merasakannya,” sangkalku.
Yonghwa-hyung
kali ini ikut mengamati perempuan itu.
“Well, aku tidak bisa merasakannya. Tapi
aku bisa merasakan kemarahan Dosen Han jika kita tidak menyelesaikan tugas
ini,” ucap Yonghwa-hyung seraya menyerahkan beberapa lembar revision tugas kami
kemarin.
Sempat
kulihat lagi perempuan itu, berharap dia akan memperhatikanku lebih dari
sedetik. Dua detik pun aku akan bersyukur jika dia melakukannya. Tapi…
Bug.
Pukulan pelan
Yonghwa-hyung mendarat di kepalaku.
***
Satu…
Dua…
Tiga…
Lima…
Duapuluhenam…
Dia menoleh ke
arahku dan tersenyum. Kini aku hanya berselisihkan satu meja dengannya. Dia
kembali fokus pada buku di hadapannya. Kali ini dia tidak memegang pulpen atau
pensil seperti sebelumnya. Dia hanya membaca sebuah buku yang tebalnya hampir
setinggi wedges milik ibuku. Dia
melihat lagi ke arahku. Kami tersenyum. Aku bahagia. Dan semoga dia juga
bahagia.
***
Satu…
Dua…
“LJH?”
Sebuah
suara yang belum pernah kudengar sebelumnya mengucapkan inisialku. Kami berdua
tersenyum.
“Lee
Jonghyun,” ucapku memperkenalkan diri, dan jemari kami bersalaman seraya dia
menyebutkan namanya.
***
Hai, perempuan berkacamata yang selalu
serius menatap buku tulisnya.
326 tangkai bunga
mawar ini untukmu.
326 detik untuk
kau menyadari bahwa aku ada di dunia ini.
LJH
Hai, perempuan
berkacamata yang masih serius menuliskan rangkaian kata di buku tulisnya.
138 tangkai bunga
mawar ini untukmu.
138 detik untuk kamu menyadari bahwa aku
masih ada di dunia ini, di sekitar bayang-bayangmu.
Carilah aku. Temukan
aku. Aku tak jauh-jauh darimu.
LJH
Hai, perempuan
berkacamata yang tenggelam di balik buku tebalnya.
26 tangkai bunga
mawar ini untukmu.
26 detik untuk kamu menyadari bahwa akulah
si pria yang selalu dan masih tetap memperhatikanmu.
Jangan ragu untuk
tersenyum lagi besok.
Iya, itu aku.
LJH
***
“Ini
untukmu,” ucapku seraya menyerahkan dua tangkai mawar kepadanya.
“Dua
detik? Untuk?” tanyanya sambil tersenyum.
“Dua
detik untuk akhirnya kamu benar-benar menemukanku.”
-END-
*note: sengaja tidak memakai nama cast perempuan. kata teman, lebih asik membayangkan diri kita yang ada di posisi itu. <3
0 komentar:
Posting Komentar